penulis Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Al-Atsari
Syariah Hadits 21 - Agustus - 2005 10:12:37
‘Arfajah Al-Asyja‘i z
berkata: Aku mendengar Rasulullah n bersabda:
مَنْ أَتَاكُمْ، وَأَمْرُكُمْ جَمِيْعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ، يُرِيْدُ أَنْ يَّشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ، فَاقْتُلُوْهُ
“Siapa yg mendatangi kalian dlm keadaan kalian telah berkumpul/bersatu dlm satu kepemimpinan kemudian dia ingin memecahkan persatuan kalian atau ingin memecah belah jamaah kalian mk perangilah/bunuhlah orang tersebut.”
Dalam lafadz lain:
إِنَّهُ سَتَكُوْنُ هَنَاتٌ وَهَنَاتٌ. فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يُفَرِّقَ أَمْرَ هَذِهِ اْلأُمَّةِ، وَهِيَ جَمِيْعٌ، فَاضْرِبُوْهُ بِالسَّيْفِ، كَائِنًا مَنْ كَانَ
“Sungguh akan terjadi fitnah dan perkara-perkara baru. mk barangsiapa yg ingin memecah-belah urusan umat ini padahal umat ini dlm keadaan telah berkumpul/bersatu dlm satu kepemimpinan mk penggallah orang tersebut siapa pun dia.”
Takhrij Hadits
Hadits yg mulia di atas diriwayatkan Al-Imam Muslim dlm Shahih- Kitab Al-Imarah Bab Hukmu Man Farraqa Amral Muslimin wa Huwa Mujtama’ no. 1852. Diriwayatkan pula oleh Al-Imam Ahmad dlm Musnad- 4/261 4/341 5/23; An-Nasa`i dlm Sunan- no. 4020 4021 4022 dan Abu Dawud dlm Sunan- no. 4762.
Dalam riwayat An-Nasa`i ada tambahan:
فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ يَرْكُضُ
“Karena sesungguh tangan Allah di atas tangan jamaah dan sungguh setan berlari bersama orang yg berpisah dari jamaah.”
Makna Hadits
يُرِيْدُ أَنْ يَّشُقَّ عَصَاكُمْ
Makna ia ingin memecah-belah jamaah kalian sebagaimana tongkat dibelah-belah. Hal ini merupakan ungkapan berselisih kalimat dan menjauh jiwa-jiwa.
فَاقْتُلُوْهُ
dlm lafadz lain:
فَاضْرِبُوْهُ بِالسَّيْفِ
tindakan ini dilakukan bila memang perbuatan jelek itu itu tdk dapat dicegah dan tdk dapat dihentikan kecuali dgn membunuhnya.
َائِنًا مَنْ كَانَ
sama saja baik dia dari kalangan kerabat Nabi n
atau selain mereka dgn syarat pimpinan yg awal memang pantas menyandang imamah ataupun khilafah. Demikian dikatakan Al-Qari sebagaimana dinukil dlm ‘Aunul Ma‘bud .
هَنَاتٌ وَهَنَاتٌ
dlm An-Nihayah disebutkan makna adl kerusakan dan kejelekan. Sedangkan di dlm hadits ini makna kata Al-Imam An-Nawawi t
adl fitnah dan perkara-perkara baru.
Penting Kepemimpinan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t
berkata: “Wajib diketahui bahwa mengangkat pemimpin utk mengatur urusan manusia termasuk kewajiban agama yg terbesar. Bahkan tdk akan tegak agama dan tdk pula dunia kecuali dengannya. Karena anak Adam tdk akan sempurna kemaslahatan mereka kecuali dgn ijtima’ juga disebabkan kebutuhan sebagian mereka kepada sebagian yg lain. Dan ketika mereka berkumpul tentu harus ada yg menjadi pemimpin/ketua mereka sampai-sampai Nabi n
bersabda:
إِذَا خَرَجَ ثَلاَثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ
“Apabila tiga orang keluar dlm satu safar mk hendaklah mereka menjadikan salah seorang dari mereka sebagai pemimpin mereka .” 1
Al-Imam Ahmad meriwayatkan dlm Musnad- dari Abdullah bin ‘Amr x
bahwasa Nabi n
bersabda:
وَ لاَ يَحِلُّ لِثَلاَثَةٍ يَكُوْنُوْنَ بِفَلاَةٍ مِنَ اْلأَرْضِ إِلاَّ أَمَّرُوْا عَلَيْهِمْ أَحَدَهُمْ
“Tidak halal bagi tiga orang yg berada di permukaan bumi kecuali mereka menjadikan salah seorang dari mereka sebagai pemimpin mereka.”2
Nabi n
mewajibkan pengangkatan seseorang sebagai pemimpin dlm perkumpulan yg sedikit dlm safar yg ditempuh sebagai peringatan agar pengangkatan pemimpin ini dilakukan dlm seluruh jenis perkumpulan. Dan juga Allah k
mewajibkan amar ma’ruf nahi mungkar dan kewajiban ini tdk akan sempurna ditunaikan kecuali dgn ada kekuatan dan kepemimpinan. Demikian pula seluruh perkara yg Allah wajibkan seperti jihad keadilan penunaian ibadah haji pelaksanaan shalat Jum’at hari Ied dan menolong orang yg dizalimi. Pelaksanaan hukum had juga tdk akan sempurna kecuali dgn kekuatan dan kepemimpinan krn itulah diriwayatkan:
السَّلْطَانُ ظِلُّ اللهِ فِي اْلأَرْضٍ
“Sesungguh sultan/penguasa adl naungan Allah di bumi.”3
Sehingga dikatakan juga: “60 tahun di bawah pimpinan imam/pimpinan yg jahat/lalim itu lbh baik daripada satu malam tanpa pemimpin.” Dan tentu pengalaman yg akan menerangkan hal ini.
Karena itulah as-salafush shalih seperti Al-Fudhail bin ‘’Iyadh Ahmad bin Hambal dan selain kedua menyatakan: “Seandai kami memiliki doa yg mustajab niscaya doa tersebut akan kami tujukan utk penguasa.”
Catatan Penting bagi Kita Semua!
Keberadaan daulah Islamiyyah memang sangatlah penting dan berarti bagi kehidupan beragama kaum muslimin. Namun yg perlu diperhatikan dan menjadi catatan penting di sini apakah perkara tersebut menjadi tujuan yg utama sebagaimana dinyatakan: “Tujuan agama yg hakiki adl menegakkan undang-undang kepemimpinan yg baik lagi terbimbing”?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t
menyatakan: “Orang yg berkata bahwa masalah imamah adl tujuan yg paling penting dan utama dlm hukum-hukum agama dan masalah kaum muslimin yg paling mulia mk dia itu berdusta menurut kesepakatan kaum muslimin baik yg sunni ataupun yg syi’i. Bahkan ini termasuk kekufuran krn iman kepada Allah dan Rasul-Nya lbh penting dan utama daripada masalah imamah. Hal ini adl perkara yg dimaklumi secara pasti dari agama Islam. Dan seorang kafir tidaklah menjadi mukmin sampai ia bersaksi: Laa ilaaha illallah wa anna Muhammadan rasulullah . Inilah alasan utama Rasulullah n
memerangi orang2 kafir. Beliau n
bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَّ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنِّي رَسُوْلُ اللهِ وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوْا الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَ أَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا
“Aku diperintah utk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tdk ada ilah kecuali Allah dan aku adl Rasulullah kemudian mereka menegakkan shalat dan membayar zakat. mk bila mereka melakukan hal itu terjagalah dariku darah dan harta mereka kecuali dgn haknya.” 4
Beliau t
juga menyatakan: “Perlu dimaklumi bagi kita semua apabila didapatkan masalah kaum muslimin yg paling mulia dan tujuan yg paling penting dlm agama ini tentu akan disebutkan dlm Kitabullah lbh banyak daripada perkara selainnya. Dan demikian pula keterangan Rasulullah n
tentang perkara tersebut tentu akan lbh utama dan lbh banyak daripada keterangan beliau terhadap perkara lainnya. Sementara kita lihat Al Qur`an penuh dgn penyebutan tauhidullah nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya ayat-ayat -Nya para malaikat-Nya kitab-kitab-Nya rasul-rasul-Nya hari akhir kisah-kisah perintah dan larangan hukum had dan kewajiban-kewajiban. Tidak demikian hal dgn masalah imamah. lalu bagaimana bisa Al Qur`an itu dipenuhi dgn selain perkara yg lbh penting/utama dan lbh mulia?!”
Asy-Syaikh Rabi‘ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah berkata meluruskan kesalahan orang yg mengatakan demikian: “Bahkan sesungguh tujuan agama yg hakiki dan tujuan penciptaan jin dan manusia serta tujuan diutus para rasul serta diturunkan kitab-kitab adl utk ibadah kepada Allah dan mengikhlaskan agama utk Allah. Allah k
berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali utk beribadah kepada-Ku.”5
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُوْلٍ إِلاَّ نُوْحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُوْنِ
“Tidaklah Kami mengutus seorang rasul pun sebelummu kecuali Kami wahyukan kepada bahwasa tdk ada ilah yg patut disembah kecuali Aku mk beribadahlah kalian kepada-Ku.”6
الر، كِتاَبٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيْمٍ خَبِيْرٍ، أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ اللهَ إِنَّنِي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيْرٌ وَبَشِيْرٌ
“Alif laam raa. sebuah kitab yg ayat-ayat disusun dgn baik serta dijelaskan secara terperinci dari sisi Dzat Yang Maha Memiliki Hikmah lagi Maha Mengetahui/Mengabarkan agar kalian tdk beribadah kecuali kepada Allah. Sesungguh aku adl pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira dari Allah kepada kalian.”7
Demikianlah perkara keimanan ini begitu amat penting agar menjadi perhatian kita semuanya. Dan jangan seseorang terlalu berambisi mendirikan daulah Islamiyyah dan menjadikan sebagai inti dakwah kepada umat sementara tauhid belum ditegakkan kesyirikan masih merajalela dan Sunnah Nabi n
masih dibuang di belakang punggung-punggung manusia. Wallahul musta’an.
Pemberontak Gerombolan Parasit dlm Khilafah Islamiyyah
Tegak daulah Islamiyyah merupakan keinginan tiap muslim yg memiliki ghirah keislaman agar hanya Allah yg diibadahi dan hanya syariat-Nya yg ditegakkan. Namun kesinambungan dan perjalanan daulah itu dapat terganggu dgn keberadaan gerombolan-gerombolan pengacau keamanan yg merongrong kewibawaan penguasa. tdk jarang gerombolan itu mengadakan aksi pemberontakan di saat mereka merasa memiliki kekuatan. Ibarat gerombolan ini seperti parasit dlm tubuh daulah Islamiyyah sehingga tdk ada jalan utk menjaga keutuhan daulah kewibawaan penguasa dan mempertahankan persatuan kaum muslimin kecuali menumpas parasit tersebut dan memberikan hukuman yg setimpal kepada mereka sesuai dgn ketetapan syariat Islam.
Larangan Memberontak kepada
Pemerintah Muslimin walaupun Zalim
Aksi kudeta penggulingan penguasa mungkin merupakan berita yg terlalu sering kita dengar terjadi di luar negeri kita. Penguasa atau Presiden Fulan digulingkan dan diambil alih kekuasaan oleh si A pimpinan kudeta berdarah. Demikian contoh isi beritanya. Dan kudeta seperti ini pun pernah terjadi di negara kita tdk hanya sekali yg semua pemberontak ini ingin mengambil alih kekuasaan dari pemerintah yg sah. Namun dgn izin Allah k
aksi-aksi pemberontakan tersebut dapat digagalkan atau disingkirkan.
Akan tetapi sangat disesalkan di antara kelompok-kelompok para pemberontak ini ada yg menisbahkan diri pada Islam atau agama yg mulia ini sementara agama yg mulia ini berlepas diri dari hal tersebut. Karena agama ini tdk mengajarkan pemberontakan dan tdk ridha terhadap pemberontakan kepada pemerintah muslimin. Wallahul musta’an.
Kelompok-kelompok pemberontak yg berbicara atas nama agama ini menggembar-gemborkan keinginan mereka ingin membangun negara dlm negara dan seandai punya kesempatan mereka akan menggulingkan pemerintah yg sah. Mereka berteriak-teriak di hadapan khalayak ingin mendirikan khilafah Islamiyyah ingin menegakkan syariat Islam sementara syariat Islam tersebut tdk ditegakkan terlebih dahulu pada diri dan keluarga mereka . Sehingga penegakan syariat Islam dan khilafah Islamiyyah yg ingin mereka lakukan sekedar isapan jempol semata. Mereka membuat huru-hara mengacaukan keamanan dan menyudutkan Islam serta kaum muslimin.
Aksi bom di berbagai tempat mereka tebarkan atas nama jihad fi sabilillah melawan kezaliman penguasa padahal lbh tepat apabila dikatakan mereka ini adl gerombolan pemberontak pengacau keamanan dan ketentraman. Jalan yg mereka tempuh menyelisihi kebenaran bimbingan dan petunjuk yg dibawa oleh Rasulullah n
. Karena syariat menetapkan bila seorang muslim telah diangkat sebagai pimpinan di sebuah negeri kaum muslimin di mana seluruh urusan kaum muslimin berada di bawah perintah dan pengaturan mk haram utk memberontak kepada dan haram menggulingkan kekuasaan walaupun ia seorang pimpinan yg zalim.
Memberontak dgn bentuk dan model yg bagaimana pun haram hukum krn ada hadits-hadits yg berisi larangan memberontak dan juga krn ada dampak yg ditimbulkan oleh pemberontakan tersebut berupa fitnah tertumpah darah malapetaka dan bencana. Prinsip tdk memberontak kepada pemerintahan kaum muslimin merupakan prinsip yg disepakati oleh Ahlus Sunnah wal Jamaah. Dan asas ini termasuk asas Ahlus Sunnah wal Jamaah yg paling pokok yg diselisihi oleh kelompok-kelompok sesat dan ahlul ahwa`.
Al-Imam An-Nawawi t telah menyebutkan kesepakatan tersebut dgn ucapan beliau: “Adapun memberontak kepada penguasa dan memerangi mereka mk haram menurut kesepakatan kaum muslimin walaupun penguasa itu fasiq zalim.”
Demikian pula yg dinukilkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani t
dari Ibnu Baththal t
beliau berkata: “Fuqaha sepakat tentang wajib menaati sultan/penguasa jihad bersama dan bahwa menaati itu lbh baik daripada memberontak kepada krn akan melindungi tertumpah darah dan menenangkan orang banyak.” Ibnu Baththal melanjutkan: “Dan mereka tdk mengecualikan dari larangan tersebut kecuali bila sultan/penguasa itu jatuh ke dlm kekufuran yg nyata mk tdk boleh menaati bahkan wajib memerangi bagi orang yg memiliki kemampuan.”
Hadits Rasulullah n
dan Ucapan Ulama dlm Masalah Ini
Di antara hadits-hadits yg ada dlm masalah ini dapat kita sebutkan sebagai berikut:
‘Ubadah ibnu Ash-Shamit z
berkata:
بَايَعْنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَة عَلَيْنَا وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ اْلأَمْرَ أَهْلَهُ، إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللهِ فِيْهِ بُرْهَانٌ
“Kami berbai’at utk mendengar dan taat dlm keadaan kami suka ataupun terpaksa dlm keadaan sulit ataupun lapang dan dlm keadaan penguasa menahan hak-hak kami. Dan beliau membai’at kami agar kami tdk menentang dan menarik/merebut perkara dari pemilik kecuali bila kalian melihat kekufuran yg nyata dari penguasa tersebut di mana di sisi kalian ada bukti/keterangan yg nyata8 dari Allah tentang kekafiran mereka.”
Rasulullah n
pernah bersabda:
إِنَّهُ يُسْتَعْمَلُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ، فَتَعْرِفُوْنَ وَتُنْكِرُوْنَ، فَمَنْ كَرِهَ فَقَدْ بَرِئَ، وَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ سَلِمَ، وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ. قَالُوا: أَلاَ نُقَاتِلُهُمْ؟ قَالَ: لاَ مَا صَلَّوا
“Sungguh akan memimpin kalian para pimpinan yg kalian fahami perbuatan mereka adl perbuatan maksiat dan kalian mengingkari perbuatan tersebut dilakukan. mk barangsiapa yg benci sungguh ia telah berlepas diri dan barangsiapa yg mengingkari sungguh ia telah selamat akan tetapi siapa yg ridha dan mengikuti .” Para shahabat bertanya: “Apakah tdk sebaik kami memerangi mereka?” Beliau menjawab: “Tidak boleh selama mereka masih shalat.”
Ibnu ‘Abbas x
menyampaikan sabda Nabi n
:
مَنْ رَأََى مِنْ أَمِيْرِه شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ، فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ فمِيْتَةٌ جَاهِلِيَّةٌ
“Siapa yg melihat dari pemimpin sesuatu yg ia benci mk hendaklah ia bersabar krn siapa yg meninggalkan jamaah satu jengkal saja lalu ia meninggal mk mati itu mati jahiliyyah.”9
Anas bin Malik z
mengatakan: Para pembesar shahabat Rasulullah n
melarang kami dgn mengatakan:
لاَ تَسُبُّوا أُمَرَاءَكُمْ، وَلاَ تَغِشُّوْهُمْ وَلاَ تُبْغَضُوْهُمْ وَاتَّقُوا اللهَ وَاصْبِرُوْا، فَإِنَّ اْلأَمْرَ قَرِيْبٌ
“Janganlah kalian mencela pemimpin-pemimpin kalian janganlah mengkhianati mereka dan janganlah membenci mereka. Bertakwalah kalian kepada Allah dan bersabarlah krn sesungguh perkara itu dekat.”
Abu ‘Utsman Ash-Shabuni t
berkata: “Ashabul hadits memandang shalat Jum’at shalat dua ied dan shalat-shalat lain dilakukan di belakang tiap imam/pimpinan muslim yg baik ataupun yg fajir/jahat. Mereka memandang utk mendoakan taufik dan kebaikan utk penguasa serta tdk boleh memberontak sekalipun para pimpinan tersebut telah menyimpang dari keadilan dgn berbuat kejahatan kelaliman dan kesewenang-wenangan.”
Al-Imam Ath-Thahawi t
berkata menyebutkan i‘tiqad Ahlus Sunnah wal Jamaah: “Kita memandang tdk boleh memberontak terhadap pimpinan dan penguasa/pengatur perkara kita sekalipun mereka itu zalim. Kita tdk boleh mendoakan kejelekan untuk dan kita tdk menarik ketaatan kita dari ketaatan terhadapnya. Kita memandang taat kepada pimpinan merupakan ketaatan kepada Allah k
sebagai satu kewajiban selama mereka tdk memerintahkan utk bermaksiat. Dan kita mendoakan kebaikan dan kelapangan/pemaafan utk mereka.”
Al-Aini berkata menerangkan hadits Ibnu ‘Abbas x
di atas: “Yakni hendaklah ia bersabar atas perkara yg dibenci tersebut dan tdk keluar dari ketaatan kepada penguasa. Karena hal itu akan mencegah tertumpah darah dan menenangkan dari kobaran fitnah kecuali bila imam/penguasa tersebut kafir dan menampakkan penyelisihan terhadap dakwah Islam mk dlm keadaan demikian tdk ada ketaatan kepada makhluk.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t
berkata: “Yang masyhur dari madzhab Ahlus Sunnah wal Jamaah adl mereka memandang tdk boleh keluar memberontak kepada para pemimpin dan memerangi mereka dgn pedang sekalipun pada mereka ada kezaliman. Sebagaimana hal ini ditunjukkan oleh hadits-hadits yg shahih dari Nabi n
krn kerusakan yg ditimbulkan dlm peperangan dan fitnah lbh besar daripada kerusakan yg dihasilkan kezaliman mereka tanpa perang dan fitnah.” . Beliau t
juga menyatakan: “Rasulullah n
sungguh telah melarang utk memerangi para penguasa/pimpinan padahal beliau mengabarkan bahwa para pimpinan tersebut melakukan perkara-perkara yg mungkar. Hal ini menunjukkan tdk boleh mengingkari penguasa dgn menghunuskan pedang sebagaimana pandangan kelompok-kelompok yg memerangi penguasa baik dari kalangan Khawarij Zaidiyyah maupun Mu’tazilah.”
Dalam Majmu’ul Fatawa beliau juga menyatakan: “Adapun ahlul ilmi wad din dan orang yg Allah berikan kepada keutamaan mereka tdk memberikan rukhshah kepada seorang pun dlm perkara yg Allah larang berupa bermaksiat kepada wulatul umur menipu mereka dan memberontak terhadap mereka dari satu sisi pun. Sebagaimana prinsip ini diketahui dari Ahlus Sunnah dan orang2 yg berpegang teguh terhadap agama baik orang2 yg terdahulu maupun yg belakangan.”
Asy-Syaikh Ibnu Baz t
berkata: “Wajib bagi kaum muslimin utk taat kepada wulatul umur dlm perkara ma’ruf bukan dlm perkara maksiat. Bila ternyata mereka memerintahkan kepada maksiat mk tdk boleh ditaati namun tdk boleh keluar/memberontak kepada mereka krn perbuatan maksiat mereka tersebut. Dan di antara dalil adl sabda Nabi n
:
عَلَى الْمَرْءِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيْمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
“Wajib bagi seseorang utk mendengar dan taat dlm apa yg ia sukai dan benci kecuali ia diperintah berbuat maksiat. mk bila ia diperintah berbuat maksiat ia tdk boleh mendengar dan taat.”10
Juga ketika disebutkan kepada para shahabat tentang para pemimpin yg mereka fahami perbuatan para pemimpin itu adl perbuatan maksiat dan mereka mengingkari perbuatan tersebut para shahabat berta kepada beliau n
: “Lalu apa yg engkau perintahkan kepada kami apabila kami menyaksikan perkara tersebut?” Beliau n
menjawab:
أَدُّوْا إِلَيْهِمْ حَقَّهُمْ وَسَلُوا اللهَ حَقَّكُمْ
“Tunaikan hak mereka dan mintalah hak kalian kepada Allah.”11
Hal ini menunjukkan tdk boleh mereka menentang wulatul umur dan tdk boleh mereka keluar memberontak kecuali bila mereka melihat kekufuran yg nyata yg mereka punya bukti yg nyata dari Allah k
tentang kekufuran mereka.
Memberontak kepada wulatul umur itu dilarang tdk lain krn akan menyebabkan kerusakan yg besar dan kejelekan yg tdk sedikit. Di antara akan terganggu keamanan dan tersia-siakan hak tdk diperoleh kemudahan utk mencegah kezaliman orang yg berbuat zalim dan tdk dapat memberi pertolongan kepada orang yg dizalimi dan jalan-jalan menjadi tdk aman. Sehingga jelaslah memberontak terhadap wulatul umur berdampak kerusakan dan kejelekan yg besar terkecuali bila kaum muslimin melihat kekufuran yg nyata yg mereka punya bukti yg nyata dari Allah tentang kekufuran mereka. dlm keadaan seperti ini tdk apa-apa mereka melakukan upaya utk menggulingkan penguasa tersebut jika memang kaum muslimin memiliki kekuatan. Namun bila tdk memiliki kekuatan mereka tdk boleh melakukan hal tersebut. Atau bila mereka keluar dari penguasa tersebut akan menyebabkan kejelekan yg lbh besar mk tdk boleh mereka keluar demi menjaga kemaslahatan umum. Kaidah syar’iyyah yg disepakati menyatakan: tdk boleh menghilangkan kejelekan dgn mendatangkan apa yg lbh jelek daripada kejelekan yg sebelum bahkan wajib menolak kejelekan dgn apa yg memang bisa menghilangkan atau meringankannya. Adapun menolak kejelekan dgn kejelekan yg lbh besar tidaklah dibolehkan dgn kesepakatan kaum muslimin.”
Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin t
berkata: “Tidak boleh memberontak kepada pemimpin dan menentang mereka terkecuali:
Pertama: ketika mereka kafir dgn kekufuran yg nyata berdasarkan sabda Nabi n
:
إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا
“kecuali bila kalian melihat kekufuran yg nyata”. 12
Kedua: memiliki ilmu tentang kekafiran mereka dan ulama-lah dlm hal ini yg menilainya.
Ketiga: terealisir maslahat dlm hal ini dan tertolak mafsadat dan yg menetapkan yg demikian ini dan yg menilai juga ahlul ilmi.
Keempat: ada kemampuan yg dimiliki kaum muslimin utk menyingkirkan pemimpin yg kafir itu.
Dengarkanlah wahai kaum muslimin nasehat yg sangat berharga dari beliau t
: “Umum kekuatan dan kemampuan itu berada di tangan pemerintah mk aku nasehatkan agar kaum muslimin utk berpegang dgn ilmu dan dakwah dgn hikmah serta tdk masuk dlm perkara yg nanti beresiko akan berhadapan dgn pemerintah”
Hukuman bagi Pemberontak
Orang yg keluar dari jamaah kaum muslimin yg dipimpin oleh penguasa dari kalangan muslimin dan memberontak kepada pemerintah yg sah berarti ia ingin memecah-belah persatuan kaum muslimin dan memperhadapkan kaum muslimin kepada fitnah bahaya dan kerusakan yg besar. Sungguh tdk ada alasan bagi utk berbuat demikian krn syariat telah menetapkan agar kita senantiasa taat kepada pemimpin dlm perkara yg ma’ruf sama saja baik pemimpin itu baik ataupun jahat/zalim selama ia masih muslim.
Al-Imam Al-Lalikai t
berkata menukilkan ucapan Al-Imam Ahmad bin Hambal t
: “Siapa yg keluar memberontak terhadap satu pemimpin dari pemimpin-pemimpin kaum muslimin sementara manusia telah berkumpul dlm kepemimpinan dan mengakui kekhilafahan dgn cara bagaimana pun dia memegang jabatan tersebut baik dgn keridhaan atau dgn penguasaan orang yg memberontak itu berarti telah memecahkan tongkat persatuan kaum muslimin dan menyelisihi atsar dari Rasulullah n
. Bila pemberontak itu mati dlm keadaan berbuat demikian mk mati mati jahiliyyah. Dan tdk halal bagi seorang pun utk memerangi sultan dan tdk pula keluar dari ketaatan padanya. Barangsiapa yg melakukan berarti dia adl ahlul bid’ah dia tdk berada di atas As Sunnah dan tdk di atas jalan yg benar.”
Al-Imam As-Sindi berkata: “Penjagaan dan pertolongan Allah akan menyertai kaum muslimin apabila mereka bersepakat/bersatu. mk barangsiapa yg ingin memecah-belah di antara mereka berarti sungguh ia berkeinginan memalingkan pertolongan Allah dari mereka.”
Fadhilatusy Syaikh Al-Albani t
berkata: “Memberontak pada pemerintah tidaklah dibolehkan secara mutlak. Karena itulah kami memandang para pemberontak itu atau orang2 yg mengajak utk memberontak tersebut bisa jadi mereka itu musuh Islam yg menyusup di tengah kaum muslimin atau mereka itu muslimin namun mereka berada pada puncak kejahilan tentang Islam yg Allah turunkan kepada hati Muhammad n
.”
Karena besar kesalahan yg diperbuat oleh para pemberontak pengacau persatuan kaum muslimin ini mk syariat memberikan hukuman yg keras bagi mereka dlm rangka mencegah kerusakan yg mereka timbulkan. Sebagaimana dinyatakan Rasulullah n
dalam sabda beliau di atas:
مَنْ أَتَاكُمْ، وَأَمْرُكُمْ جَمِيْعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ، يُرِيْدُ أَنْ يَّشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ، فَاقْتُلُوْهُ
“Siapa yg mendatangi kalian dlm keadaan kalian telah berkumpul/bersatu dlm satu kepemimpinan kemudian dia ingin memecahkan persatuan kalian atau ingin memecah belah jamaah kalian mk penggallah orang tersebut.”
Dalam lafadz lain:
إِنَّهُ سَتَكُوْنُ هَنَاتٌ وَهَنَاتٌ. فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يُفَرِّقَ أَمْرَ هَذِهِ اْلأُمَّةِ، وَهِيَ جَمِيْعٌ، فَاضْرِبُوْهُ بِالسَّيْفِ، كَائِنًا مَنْ كَانَ
“Sungguh akan terjadi fitnah dan perkara-perkara baru. mk siapa yg ingin memecah-belah perkara umat ini padahal umat ini dlm keadaan telah berkumpul/bersatu dlm satu kepemimpinan mk perangilah/bunuhlah orang tersebut siapa pun dia.”
Al-Imam An-Nawawi t
berkata: “Dalam hadits ini terdapat perintah utk memerangi orang yg keluar/memberontak terhadap imam atau ia ingin memecah-belah kalimat kaum muslimin dan semisal dan ia dilarang dari berbuat demikian. Namun bila ia tdk berhenti mk ia diperangi dan jika kejelekan/kejahatan tdk bisa ditolak/dicegah kecuali dgn membunuh mk ia boleh dibunuh.”
Demikianlah hukuman bagi perongrong kedaulatan pemerintah kaum muslimin yg sah dan pemecah belah persatuan kaum muslimin mereka boleh diperangi dan dibunuh oleh penguasa utk menolak dan mencegah kejahatan dan kerusakan yg ditimbulkannya! Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Ditanyakan kepada Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah: “Wahai Fadhilatusy Syaikh sangat disayangkan di sana ada orang yg membolehkan keluar dari pemerintah tanpa memperhatikan ketentuan-ketentuan syar’iyyah. Sebenar apa manhaj kita dlm berhubungan dgn penguasa muslim dan selain muslim?”
Beliau hafizhahullah menjawab: “Manhaj kita dlm berhubungan dgn penguasa muslim adl mendengar dan taat. Allah k
berfirman:
يَا أَيًّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا أَطِيْعُوا اللهَ وَأَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَأُولِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدًّوْهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُوْلِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيْلاً
“Wahai orang2 yg beriman taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kepada Rasulullah dan ulil amri di antara kalian. mk jika kalian berselisih dlm sesuatu perkara kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya jka memang kalian itu beriman kepada Allah dan hari akhir.”
Nabi n
bersabda:
أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كَثِيْرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِي
“Aku wasiatkan kepada kalian utk bertakwa kepada Allah utk mendengar dan taat walaupun yg memerintah kalian itu seorang budak. Karena sungguh orang yg masih hidup di antara kalian akan melihat perselisihan yg banyak. mk wajib bagi kalian utk berpegang dgn Sunnahku dan sunnah Al-Khulafa Ar-Rasyidun Al-Mahdiyyun sepeninggalku.”13
Hadits ini sangat mencocoki ayat di atas .
Nabi n
bersabda:
مَنْ أَطَاعَ اْلأَمِيْرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى اْلأَمِيْرَ فَقَدْ عَصَانِي
“Siapa yg taat kepada pemimpin berarti ia taat kepadaku dan siapa yg bermaksiat kepada pemimpin berarti ia telah bermaksiat kepadaku.”14
Dan hadits-hadits lain yg berisi hasungan utk mendengar dan taat. Rasulullah n
juga bersabda:
اسْمَعْ وَأَطِعْ وَإِنْ أُخَذَ مَالُكَ وَضُرِبَ ظَهْرُكَ
“Dengar dan taatlah sekalipun diambil hartamu dan dipukul punggungmu.”15
Dengan demikian pemimpin kaum muslimin wajib ditaati dlm rangka ketaatan kepada Allah k
. Apabila ia memerintahkan kepada maksiat mk tdk boleh ditaati dlm perkara tersebut namun dlm perkara selain maksiat ia harus ditaati.
Adapun dgn pemimpin kafir mk hal ini berbeda-beda sesuai dgn perbedaan keadaan. Bila kaum muslimin punya kekuatan dan punya kemampuan utk memerangi dan menggeser dari pemerintahan lalu mengganti dgn pemimpin yg muslim mk hal itu wajib dilakukan dan termasuk jihad fi sabilillah.
Adapun bila mereka tdk mampu menggeser mk tdk boleh bagi mereka utk menebarkan benih permusuhan dan kebencian dgn kezaliman dan kekafiran si penguasa krn hal tersebut justru akan mengembalikan kemudharatan dan kebinasaan kepada kaum muslimin.
Nabi n
tinggal di Makkah selama 13 tahun setelah diangkat beliau sebagai nabi sementara Makkah ketika itu dikuasai orang2 kafir. Beliau dan orang2 yg berIslam dari kalangan shahabat tidaklah memerangi orang2 kafir tersebut. Bahkan pada saat itu mereka dilarang memerangi orang2 kafir. Mereka tidaklah diperintah utk berperang melainkan setelah Nabi n
berhijrah di mana ketika itu beliau telah memiliki daulah dan jamaah sehingga mereka mampu memerangi orang kafir. Inilah manhaj Islam.
Dengan demikian bila kaum muslimin di bawah pemerintahan kafir dan mereka tdk punya kemampuan utk menggeser mk mereka berpegang teguh dgn keislaman mereka dan aqidah mereka dan mereka jangan mempertaruhkan diri mereka utk menghadapi orang2 kafir. Karena hal itu akan berakibat kebinasaan bagi mereka dan dakwah Islam di negeri itu pun akan berakhir. Adapun bila mereka punya kekuatan yg dengan mereka mampu utk berjihad mk mereka berjihad di jalan Allah menurut ketentuan syar‘iyyah yg ma’ruf.”
1 HR. Abu Dawud no. 2608. Asy-Syaikh Al-Albani t
berkata dlm Ash-Shahihah no. 1322: Sanad hasan
2 HR. Ahmad 2/176-177. Hadits ini sebagai syahid hadits di atas kata Asy-Syaikh Al-Albani t
dalam Ash-Shahihah: Rijaln-ya tsiqat kecuali Ibnu Lahi’ah dia buruk hafalannya.
3 HR. Al-Baihaqi dlm As-Sunanul Kubra no. 8/162
4 HR. Al-Bukhari no. 25 dan Muslim no. 22
5 QS. Adz-Dzariyat: 56
6 QS. Al-Anbiya: 25
7 QS. Hud: 1
8 Yakni keterangan dari ayat Al Qur`an atau hadits yg shahih yg tdk mungkin ditakwil yakni tegas dan jelas. Dari sini dipahami bahwa tdk boleh memberontak kepada penguasa selama perbuatan mereka masih mungkin utk ditakwil.
9 Keadaan mati seperyi mati orang jahiliyyah di atas kesesatan dlm keadaan ia tdk punya imam/pemimpin yg ditaati krn orang2 jahiliyyah tdk mengenal hal itu. Bukan maksud di sini orang itu mati kafir akan tetapi ia mati dlm keadaan maksiat.
10 HR. Al-Bukhari no. 2955 dan Muslim no. 1839
11 HR. Al-Bukhari no. 7052 dan Muslim no. 1843
12 HR. Al-Bukhari no. 7056 dan Muslim no. 1709
13 HR. Abu Dawud no. 4607 dan At-Tirmidzi no. 2676 dan ia berkata: hadits hasan shahih. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t
dalam Shahih Abi Dawud no. 3851 dan Shahih At-Tirmidzi no. 2157
14 HR. Al-Bukhari no. 2957 dan Muslim no. 1835
15 dlm hadits Hudzaifah z
Rasulullah n
bersabda kepadanya:
تسْمَعُ وَتُطِِِيْعُ لِلأَمِيْرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخَذَ مَالُكَ، فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
“Engkau mendengar dan menaati penguasa. Sekalipun dipukul punggungmu dan diambil hartamu mk tetap mendengarlah dan taatlah.”
Sumber: www.asysyariah.com
0 comments:
Post a Comment