Celetukan ini pernah diutarakan teman saya, “Untung Ka’bah berada di Mekah, seandainya berada di Indonesia, saya yakin akan habis dibuat azimat!” ungkapan ini secara sekilas menggambarkan keadaan masyarakat Indonesia yang lebih mendahulukan takhayul daripada logika, lebih suka kesaktian daripada kehidupan nyata, lebih suka di kuburan daripada di laboratorium, lebih suka terbang menggunakan sajadah daripada menggunakan pesawat, lebih suka berjalan di atas air daripada menggunakan kapal, lebih suka ilmu kekebalan daripada menggunakan rompi anti peluru, lebih suka membaca guna-guna daripada membaca buku ilmiah, lebih suka pergi ke dukun daripada ke sekolah, pokoknya sesuatu yang di luar batas logika, itulah yang paling disuka.
Ini bukan hanya terjadi di Indonesia, di Mesir pun demikian, namun tak separah di Indonesia, cuma seandaianya Ka’bah berada di Mesir, saya yakin Ka’bah akan bau mulut, tahu sendiri orang Mesir yang jarang sikatan ketika menemukan sesuatu yang menurut mereka keramat, mereka akan menciuminya, kalau perlu menjilatinya, bukan hanya Ka’bah, kuburan, dan bahkan lantai dan pintunya pun mereka ciumi, kadang mencium langsung, kalau tidak bisa, diusapnya menggunakan tangan, setelah itu tangannya diciumi, kalau tangannya gak sampai, pakek sandal, dan sandalnyapun diciumi, pemandangan seperti ini banyak ditemui di makam-makam yang menurut mereka keramat, makamnya Husen bin Ali, cucu Nabi, makamnya Imam Syafii, makamnya tokoh sufi Abu Abbas Al-Mursi dan makamnya Sayyid Badawi.
Sesuatu yang istimewa, seperti Ka’bah, akan diperlakukan sesuai keyakinan dan kebiasaan masyarakatnya masing-masing, di Indonesia akan dijadikan azimat, jika berada di Kalimantan akan diklaim milik Malaysia, hehe.., jika berada di Mesir akan diciumi, dielus-elus dan dipeluk-peluk, kalau perlu dijilati, jika berada di Singapura akan diperjualbelikan, jika berada di Eropa atau Amerika akan dimasukkan Museum atau laboratorium. Jadi sangat beruntung Ka’bah itu berada di Saudi, sehingga sampai sekarang masih tetap utuh, dan diperlakukan sebagaimana mestinya.
0 comments:
Post a Comment